DITINGGAL SAHABAT
Terlihat seseorang yang terdiam di
depan kelas. Sosok baru yang belum pernah aku lihat sebelumnya, yaitu seseorang
kakak kelas yang tampaknya pendiam tetapi orangnya murah senyum. Aku pun
menghampirinya. Aku mengajak seseorang tersebut untuk berkenalan. Nurmita,
itulah nama lengkapnya dan aku pun memanggilnya dengan panggilan “Mita”. Mita
seorang siswa SMP kelas 3 dan aku masih kelas 1. Itulah nama yang terlontar
dari perkenalan tersebut. Pada saat itulah kami memulai persahabatan di masa
Putih Biru. setiap kesempatan, kami selalu pergi di tempat rekreasi dan
kami saling bercerita mengenal sifat dan pengalaman masing – masing. Kami suka
bercanda gurau. Canda dan tawa dengan senda gurau hingga tetesan air mata pun
terurai.
Mita mempunyai sikap dengan kelembutan, perhatian
dan baik hati sedangkan aku mempunyai sifat yang cerewet dan polos. Mita selalu
memberikan petunjuk serta nasehat – nasehat untukku. Aku dan Mita saling
berbagi dikala suka maupun duka. Dan hal yang sangat sulit aku jalani yakni
tentang sifat kepolosanku atau senang ceplos – ceplos sama orang lain. Hingga
suatu ketika Mita memberikan nasehat kecil yang sangat bermakna bagiku dan
mulai saat itu sikap buruk saya mulai hilang sedikit demi sedikit.
Aku melihat Mita sangat sibuk
dengan kegiatan Les Sorenya tapi aku mengajak Mita untuk refreshing di
Pantai.
“Mita, apakah kau punya waktu luang
untuk berjalan – jalan lagi seperti biasanya,” kataku.
“ya, aku punya kok, kalau githu kau
mau jalan – jalan kemana?”kata mita.
“di Pantai saja yah, kapan – kapan
kalau kau punya waktu luang kita kesana yah?” Tanyaku
“ok, saya akan ingat janji kita itu
untuk berjalan – jalan ke Pantai lagi
yah” jawab Mita.
Di suatu sore, kami berdua telah
berjanji untuk bertemu di Pantai. Aku datang lebih awal karena Mita mengikuti
Les Sore untuk persiapan Ujian Nasional terlebih dahulu. Aku pun duduk dan
menunggu Mita datang sambil melihat ombak dan mendengar desahan angin sepoi –
sepoi yang menghanyutkan kegelisahanku dengan berbagai keresahan. Aku pun
selalu menghubunginya namun telepon genggamnya tidak aktif.
“Mengapa Mita tak datang menepati
janjinya ya? Padahal dia orang yang tak
pernah mengingkari janji,” tanyaku sendiri.
Hingga matahari mulai terbenam, aku
pun beranjak bangkit dari tempat dudukku dan segera pulang. Namun, tak lama kemudian aku seakan mendengar
suara Mita dan dia datang menghampiriku
sehingga menepati janjinya untuk bertemu. Tetapi itu hanya anganku saja.
Aku pun segera pulang. Di
perjalanan, aku merasa ada yang ganjil. Aku pun mengambil keputusan untuk
menuju rumah Mita karena selama aku berteman sama Mita, Mita tidak pernah
mengingkari janji. Tampak kejauhan aku melihat keadaan rumah Mita sangat ramai
dan jejeran kursi yang sangat rapi. Orang – orang yang datang tampak menunduk
dengan balutan pakaian hitam – hitam. Langkahku pun semakin cepat untuk
menyaksikan apa yang sebenarnya terjadi.
Aku pun disambut pelukan ibu Mita
serta aku melihat kakak kelas teman Mita semuanya membaca Surah Yasin dengan
deraian air mata. Dan ibunya Mita pun mengatakan kepadaku bahwa Mita telah
menghembuskan nafas terakhirnya tadi sore akibat kecelakaan sewaktu pulang dari
les sore.
Seakan aku tak percaya dengan
keadaan ini, aku pun bergegas memasuki ruangan dimana Mita sedang berbaring
untuk selamanya, keadaan tubuh Mita sangat parah dengan patah leher. Dan
semakin mendekat, air mataku pun tak dapat aku bendung. Aku dan teman – teman
Mita mengantar untuk terakhir kalinya ke tempat peristirahatan terakhir bagi
Mita.
Aku sangat sedih dan sangat merasa
kehilangan dimana seorang sahabat yang selalu memberiku petunjuk dan nasehat –
nasehat pergi untuk selamanya. Dimana Mita tak sempat mengikuti Ujian Akhir
Nasional. Mita telah pergi untuk
selamanya namun kenangan bersamanya tak mungkin kulupakan.
Akhirnya nasehat – nasehat yang
Mita berikan kepadaku, menjadi sangat berharga bagiku dan aku membalasnya
dengan selalu mengirimkan Surah Al-Fatihah agar arwahnya tenang dan diterima di
Sisi Allah SWT. Selamat Jalan Sahabat.
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق